Sadarkah engkau bahwa tiada manusia yang sempurna?
Karena kesempurnaan hanya milik Allah Subhanahu Wa Ta'ala.
Karena itu, jika kelak kita bersama. Janganlah engkau cari-cari kesalahanku. Padahal aku selalu berusaha untuk membuatmu agar bahagia disisiku. Jadilah engkau seperti istri Imam Ahmad, yang bertanya pada suaminya "Aku sudah bersamamu selama beberapa tahun, adakah sifatku yang tidak engkau sukai, wahai suamiku?". Jadilah engkah seperti Asma' Binti Abu Bakr, yang malu berbicara dengan laki-laki yang bukan mahramnya, yang rela membantu suaminya.
Wahai kaum muda.
Ikatan sesungguhnya akan terjadi sah apabila sudah ada jalan Khitbah dan melangsungkan Walimatul Ursy, karena dari jalan inilah kita akan mendapatkan kejelasan serta jalan yang tidak merugikan. Serta jangan pula terburu-buru.
Kepada pria akhir zaman...
Janganlah kamu harapkan sebuah kesempurnaan kepada wanita yang engkau jadikan pasangan. Karena dia juga memiliki keterbatasan sendiri.
Ingatlah !!!
Wanita yang akan engkau nikahi tidak setangguh Khadijah. Yang mengorbankan apapun untuk Kekasih Allah, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Ia juga tidak seperti Aisyah, yang luar biasa kecerdasannya. Ia juga tidak se-sholekhah Fatimah Az-Zahra, karena ia hanya wanita akhir zaman. Ia ingin mendampingimu, dengan kesederhanaan yang dia miliki.
Kepada wanita akhir zaman...
Sayangilah pendampingmu, lebih dari engkau menyayangi dirimu sendiri. Karena merekalah yang akan membopong dirimu kelak menuju Surga-Nya. Berbaktilah mereka, karena surgamu terletak pada keridhoan-Nya. Dia tidak seperti Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tidak sekaya Nabi Sulaiman Alaihissalam, tidak setampan Nabi Yusuf Alaihissalam. Dia yang akan menjadi imam mu.
Abdullah Ibn Amr berkata, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda :
"Dunia ini sesungguhnya merupakan kesenangan, dan kesenangan dunia yang paling baik adalah seorang wanita yang sholih"
Hadits riwayat Ibnu Majah.
Jangan memilih wanita jahiliyah atau laki-laki jahiliyah, karena kelak itu untuk anak-anak kita. Dan untuk bisa mendapatkan yang sholih atau sholihah, maka kitapun harus bisa menjada diri. Sebelum khitbah, pastikan calon kita itu benar-benar baik, terutama dalam sisi agamanya.
Seseorang itu yang akan dinikahi karena 4 (empat) hal, karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya, dan karena agamanya. Tetapi hendaklah kamu memilih yang baik agamanya, karena itu akan berpengaruh kelak dalam hidupmu. Camkan hal itu olehmu.
Thursday, 24 December 2015
Aku Ingin Menikah
Surat untuk insan yang mendambakan sebuah pernikahan. Segera.
Membuat jantungku berdekap kencang, lalu aku baca perlahan.
Bukan karena aku ingin melalukan hal yang selama ini dilarang oleh agama, tetapi aku ingin menikmati pernikahan itu. Aku tidak tahu, mungkin tidak mudah menjalani sebuah pernikahan. Suatu ikatan yang tidak bisa dimainkan layaknya orang yang sedang berpacaran. Tetapi aku ingin menikmati susahnya menjadi seorang suami, mempunyai anak, dan mengurus mereka.
Aku suka akan hal itu dan akan membuat sebagai sebuah ibadah, karena ada tantangan yang harus aku lalui untuk itu semua. Disamping menjalankan roda rumah tangga, juga dengan berkarir untuk diriku sendiri. Mungkin memang bukan yang terbaik, tetapi setidaknya aku ingin berusaha memberikan apa yang terbaik yang bisa kuberikan.
Pacaran bukanlah bukti dari sebuah cinta kepada seseorang. Namun lebih dari itu semua, bukti cinta kepada seseorang adalah ikatan pernikahan. Yang akan tumbuh subur apabila dipupuk dengan kepercayaan dan kesetiaan. Selepas dan sebelum menikah, apa yang terpenting adalah hati yang ikhlas. Ikhlas secara lahiriah dan batiniah, atas apa yang telah dan akan kita lakukan bersama.
Yaa Allah, apabila jodoh hamba ini jauh, maka dekatkanlah. Dan ijinkan kami untuk dapat berta'aruf, serta ridho'i lah kami untuk dapat menjalankan seuatu pernikahan.
Diam ku bukan karena bisa, akan tetapi aku tidak ingin menyakiti dirimu
Aku tidak mau melihatmu, bukan karena aku bosan.
Aku tidak mendengar kata mu, bukan karena aku acuhkan dirimu.
Namun aku takut, jika niat baik ku kepadamu berubah.
Karena yang aku harapkan adalah menjaga keutuhan.
Bukan pacaran bertutup dengan ta'aruf.
Semoga engkau mengerti maksud ku.
Hanya dengan cara itulah, aku dapat menjaga lisanku, menundukkan pandanganku, dan menjaga pendengaranku dari segala hal buruk yang bisa membuat perpecahan itu semua. Janganlah engkau marah kepadaku, jika aku melakukan hal yang salah. Tetapi, saling lengkapilah dan saling memberi arahan untuk semua, agar kita tetap terjaga dalam indahnya ta'aruf. Dan pada akhirnya, aku dapat mengkhitbahmu untuk menjadi pendamping hidupku, kelak.
Membuat jantungku berdekap kencang, lalu aku baca perlahan.
Bukan karena aku ingin melalukan hal yang selama ini dilarang oleh agama, tetapi aku ingin menikmati pernikahan itu. Aku tidak tahu, mungkin tidak mudah menjalani sebuah pernikahan. Suatu ikatan yang tidak bisa dimainkan layaknya orang yang sedang berpacaran. Tetapi aku ingin menikmati susahnya menjadi seorang suami, mempunyai anak, dan mengurus mereka.
Aku suka akan hal itu dan akan membuat sebagai sebuah ibadah, karena ada tantangan yang harus aku lalui untuk itu semua. Disamping menjalankan roda rumah tangga, juga dengan berkarir untuk diriku sendiri. Mungkin memang bukan yang terbaik, tetapi setidaknya aku ingin berusaha memberikan apa yang terbaik yang bisa kuberikan.
Pacaran bukanlah bukti dari sebuah cinta kepada seseorang. Namun lebih dari itu semua, bukti cinta kepada seseorang adalah ikatan pernikahan. Yang akan tumbuh subur apabila dipupuk dengan kepercayaan dan kesetiaan. Selepas dan sebelum menikah, apa yang terpenting adalah hati yang ikhlas. Ikhlas secara lahiriah dan batiniah, atas apa yang telah dan akan kita lakukan bersama.
Yaa Allah, apabila jodoh hamba ini jauh, maka dekatkanlah. Dan ijinkan kami untuk dapat berta'aruf, serta ridho'i lah kami untuk dapat menjalankan seuatu pernikahan.
Diam ku bukan karena bisa, akan tetapi aku tidak ingin menyakiti dirimu
Aku tidak mau melihatmu, bukan karena aku bosan.
Aku tidak mendengar kata mu, bukan karena aku acuhkan dirimu.
Namun aku takut, jika niat baik ku kepadamu berubah.
Karena yang aku harapkan adalah menjaga keutuhan.
Bukan pacaran bertutup dengan ta'aruf.
Semoga engkau mengerti maksud ku.
Hanya dengan cara itulah, aku dapat menjaga lisanku, menundukkan pandanganku, dan menjaga pendengaranku dari segala hal buruk yang bisa membuat perpecahan itu semua. Janganlah engkau marah kepadaku, jika aku melakukan hal yang salah. Tetapi, saling lengkapilah dan saling memberi arahan untuk semua, agar kita tetap terjaga dalam indahnya ta'aruf. Dan pada akhirnya, aku dapat mengkhitbahmu untuk menjadi pendamping hidupku, kelak.
Sajadah Merah (Lirik Qasidah)
"SAJADAH MERAH"
Dulu waktu aku masih bersama dia
Dia yang ku cinta, dia yang aku puja
Ku di beri tanda mata "Sajadah Merah"
Katanya agar aku rajin ibadah
Sayang kisah ku dengannya, hanya sekejap saja
Dia menikah dengan pilihan "Ayahnya"
Walau harus menderita, namun tetap berdo'a
Semoga dia yang ku cinta berbahagia
Merana kini aku memang merana
Tapi pantang bagiku tuk berputus asa
Kusadari cinta tak harus memiliki
Karena jodoh, rejeki, mati, oh takdir Illahi
Tinggalah kini
Oh... Sajadah merah
Kawan setia dalam ibadah
Reff = Qasidah
Dulu waktu aku masih bersama dia
Dia yang ku cinta, dia yang aku puja
Ku di beri tanda mata "Sajadah Merah"
Katanya agar aku rajin ibadah
Sayang kisah ku dengannya, hanya sekejap saja
Dia menikah dengan pilihan "Ayahnya"
Walau harus menderita, namun tetap berdo'a
Semoga dia yang ku cinta berbahagia
Merana kini aku memang merana
Tapi pantang bagiku tuk berputus asa
Kusadari cinta tak harus memiliki
Karena jodoh, rejeki, mati, oh takdir Illahi
Tinggalah kini
Oh... Sajadah merah
Kawan setia dalam ibadah
Reff = Qasidah
Menundukkan pandangan agar tidak masuk dalam perangkap zina
"Allahumma inni audzubika min
fitnatin nisaa. Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari fitnah wanita."
Seorang teman mengajarkan doa tersebut kepada saya. Ia memaparkan bahwa
doa tersebut merupakan perisai yang ampuh bagi para pria saat melihat
wanita yang membuatnya tergoda.
Nafsu senantiasa bergejolak apalagi saat stimulan bermunculan. Perkara menundukkan nafsu itu yang menjadi sebuah kreativitas. Saat manusia melihat apa yang diharamkan Allah SWT, maka boleh jadi ia tergoda oleh bisik rayu setan dan pandangan liar yang haram menjadi pintu masuk maksiat yang lebih besar.
Meski hanya sekilas pandang, namun bila tidak segera ditundukkan maka pandangan akan menyerang pikiran dan membuat jiwa gelisah. Bila tak mampu ditundukkan, maka nafsu akan mendorong diri untuk berlaku maksiat.
Allah SWT mencegah pandangan liar di kalangan Mukminin, baik pria maupun wanita. Dalam surah an-Nuur ayat 30, Allah SWT berfirman, "Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, 'Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat'."Pada ayat 31 surah yang sama, Allah SWT pun memerintahkan hal yang sama kepada kaum wanita, yakni menahan pandangan dan menjaga kemaluannya.
Bahkan, Rasulullah SAW pun mencegah sahabat secara langsung begitu tak mampu menundukkan pandangan. Alkisah, salah seorang sahabat bernama Al Fadhl bin Abbas sedang berdiri di samping Rasulullah SAW saat berhaji. Lalu datanglah seorang wanita ke arah Nabi Muhammad SAW untuk bertanya tentang suatu hal.
Al Fadhl melempar pandang kepada wanita tersebut, dan wanita itu pun melihat kepadanya. Saat Rasulullah SAW mengetahuinya, maka beliau memalingkan wajah Al Fadhl ke arah lain agar terhindar dari dosa. (Hadis Muttafaq Alaihi, Bulughul Maram hadis 732).
Rupanya kemunculan maksiat tak melihat tempat dan suasana. Dalam kondisi haji dan berdiri di samping Rasulullah SAW sekalipun, pandangan liar berpotensi dosa dapat bermunculan.Marilah saudaraku seiman kita mencoba ikut ambil bagian dalam perintah Allah SWT dan Rasul-Nya ini. Menundukkan pandangan, itulah latihan yang perlu kita lakukan.
Meski Anda belum mengetahui maksud dan manfaat dari menundukkan pandangan seperti yang diperintahkan, namun yakinlah bahwa kebaikan itu akan berpulang pada dirimu. Paling tidak doa kita mendapat ijabah, shalat kita khusyuk, sujud dan tadharru kita akan bermakna.
Sebab Rasulullah SAW bersabda, "Setiap Muslim yang melihat kecantikan seorang wanita pada kali pertama kemudian ia berusaha untuk menundukkan pandangannya, maka pasti Allah akan menggantikan untuknya sebuah ibadah yang dapat ia rasakan kenikmatannya." (HR Ahmad).Bila Anda ingin mendapati kekhusyukan serta kenikmatan beribadah kepada Sang Khalik, maka mulailah melakukannya dari sesuatu yang kecil, yakni menundukkan pandangan.
Nafsu senantiasa bergejolak apalagi saat stimulan bermunculan. Perkara menundukkan nafsu itu yang menjadi sebuah kreativitas. Saat manusia melihat apa yang diharamkan Allah SWT, maka boleh jadi ia tergoda oleh bisik rayu setan dan pandangan liar yang haram menjadi pintu masuk maksiat yang lebih besar.
Meski hanya sekilas pandang, namun bila tidak segera ditundukkan maka pandangan akan menyerang pikiran dan membuat jiwa gelisah. Bila tak mampu ditundukkan, maka nafsu akan mendorong diri untuk berlaku maksiat.
Allah SWT mencegah pandangan liar di kalangan Mukminin, baik pria maupun wanita. Dalam surah an-Nuur ayat 30, Allah SWT berfirman, "Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, 'Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat'."Pada ayat 31 surah yang sama, Allah SWT pun memerintahkan hal yang sama kepada kaum wanita, yakni menahan pandangan dan menjaga kemaluannya.
Bahkan, Rasulullah SAW pun mencegah sahabat secara langsung begitu tak mampu menundukkan pandangan. Alkisah, salah seorang sahabat bernama Al Fadhl bin Abbas sedang berdiri di samping Rasulullah SAW saat berhaji. Lalu datanglah seorang wanita ke arah Nabi Muhammad SAW untuk bertanya tentang suatu hal.
Al Fadhl melempar pandang kepada wanita tersebut, dan wanita itu pun melihat kepadanya. Saat Rasulullah SAW mengetahuinya, maka beliau memalingkan wajah Al Fadhl ke arah lain agar terhindar dari dosa. (Hadis Muttafaq Alaihi, Bulughul Maram hadis 732).
Rupanya kemunculan maksiat tak melihat tempat dan suasana. Dalam kondisi haji dan berdiri di samping Rasulullah SAW sekalipun, pandangan liar berpotensi dosa dapat bermunculan.Marilah saudaraku seiman kita mencoba ikut ambil bagian dalam perintah Allah SWT dan Rasul-Nya ini. Menundukkan pandangan, itulah latihan yang perlu kita lakukan.
Meski Anda belum mengetahui maksud dan manfaat dari menundukkan pandangan seperti yang diperintahkan, namun yakinlah bahwa kebaikan itu akan berpulang pada dirimu. Paling tidak doa kita mendapat ijabah, shalat kita khusyuk, sujud dan tadharru kita akan bermakna.
Sebab Rasulullah SAW bersabda, "Setiap Muslim yang melihat kecantikan seorang wanita pada kali pertama kemudian ia berusaha untuk menundukkan pandangannya, maka pasti Allah akan menggantikan untuknya sebuah ibadah yang dapat ia rasakan kenikmatannya." (HR Ahmad).Bila Anda ingin mendapati kekhusyukan serta kenikmatan beribadah kepada Sang Khalik, maka mulailah melakukannya dari sesuatu yang kecil, yakni menundukkan pandangan.
Bahasan Fitnah
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Sesungguhnya dunia itu manis (rasanya) dan hijau (menyenangkan dilihat). Dan sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala menggantikan sebagian kalian dengan sebagian yang lain di dalamnya, maka Dia akan melihat bagaimana kalian beramal dengan dunia tersebut. Oleh karena itu, takutlah kalian terhadap godaan dunia (yang menggelincirkan kalian dari jalan-Nya) dan takutlah kalian dari godaan wanita, karena ujian yang pertama kali menimpa Bani Israil adalah godaan wanita.” (HR. Muslim dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu)
“Sesungguhnya setiap umat itu akan dihadapkan dengan ujian (yang terbesar). Dan termasuk ujian yang terbesar yang menimpa umatku adalah harta.” (HR. At-Tirmidzi dari ‘Iyadh bin Himar radhiyallahu ‘anhu)
Harta dan dunia bukanlah tolok ukur seseorang itu dimuliakan atau dihinakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sebagaimana firman-Nya:
Adapun manusia apabila Rabbnya mengujinya lalu dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia berkata: “Rabbku telah memuliakanku.” Adapun bila Rabbnya mengujinya lalu membatasi rezekinya maka dia berkata: “Rabbku menghinakanku.” (Al-Fajr: 15-16)
Al-Imam Ibnul Qayyim rahimahullahu berkata: “Maksud ayat-ayat tersebut adalah tidak setiap orang yang Aku (Allah Subhanahu wa Ta’ala) beri kedudukan dan limpahan nikmat di dunia berarti Aku limpahkan keridhaan-Ku kepadanya. Hal itu hanyalah sebuah ujian dan cobaan dari-Ku untuknya. Dan tidaklah setiap orang yang Aku sempitkan rezekinya, Aku beri sekadar kebutuhan hidupnya tanpa ada kelebihan, berarti Aku menghinakannya. Namun Aku menguji hamba-Ku dengan kenikmatan-kenikmatan sebagaimana Aku mengujinya dengan berbagai musibah.” (Ijtima’ul Juyusy, hal. 9)
Sehingga, dunia dan harta bisa menyebabkan pemiliknya selamat serta mulia di dunia dan akhirat, apabila dia mendapatkannya dengan cara yang diperbolehkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dia juga mensyukurinya serta menunaikan hak-haknya sehingga tidak diperbudak oleh dunia dan harta tersebut.
Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Tidak boleh iri kecuali kepada dua golongan: Orang yang Allah Subhanahu wa Ta’ala karuniakan harta kepadanya lalu dia infakkan di jalan yang benar, serta orang yang Allah Subhanahu wa Ta’ala karuniakan ilmu kepadanya lalu dia menunaikan konsekuensinya (mengamalkannya) dan mengajarkannya.” (Muttafaqun ‘alaih dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu)
Dan demikianlah keadaan para sahabat dahulu. Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu menceritakan: Beberapa orang sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Wahai Rasulullah, orang-orang kaya telah mendahului kami untuk mendapatkan pahala. Mereka shalat sebagaimana kami shalat. Mereka juga berpuasa sebagaimana kami berpuasa. Namun mereka bersedekah dengan kelebihan harta mereka.” (HR. Muslim)
Sebaliknya, orang yang tertipu dengan harta dan dunia sehingga dia diperbudak olehnya, dia akan celaka dan binasa di dunia maupun akhirat. Na’udzu billah min dzalik (Kita berlindung kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dari hal tersebut). Padahal Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memperingatkan tentang hakikat harta dan dunia itu dalam firman-Nya:
“Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” (Ali Imran: 185)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Bukanlah kefakiran yang aku khawatirkan atas kalian. Namun aku khawatir akan dibentangkan dunia kepada kalian sebagaimana telah dibentangkan kepada orang-orang sebelum kalian, lalu kalian berlomba-lomba mendapatkannya sebagaimana orang-orang yang sebelum kalian, maka dunia itu akan membinasakan kalian sebagaimana dia telah membinasakan orang-orang yang sebelum kalian.” (Muttafaqun ‘alaih dari ‘Amr bin ‘Auf radhiyallahu ‘anhu)
“Celaka hamba dinar, dirham, qathifah, dan khamishah (keduanya adalah jenis pakaian). Bila dia diberi maka dia ridha. Namun bila tidak diberi dia tidak ridha.” (HR. Al-Bukhari dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)
Allah Subhanahu wa Ta’ala menceritakan kejahatan orang yang berilmu dan ahli ibadah dari kalangan ahli kitab yang telah diperbudak oleh harta dan dunia dalam firman-Nya:
“Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan yang batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah.” (At-Taubah: 34)
Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullahu menerangkan dalam tafsirnya: “Yang dimaksud ayat tersebut adalah peringatan dari para ulama su’ (orang yang berilmu tapi jahat) dan ahli ibadah yang sesat.
Sebagaimana ucapan Suyfan ibnu Uyainah rahimahullahu: ‘Barangsiapa yang jahat dari kalangan orang yang berilmu di antara kita, berarti ada keserupaan dengan para pemuka Yahudi. Sedangkan barangsiapa yang sesat dari kalangan ahli ibadah kita, berarti ada keserupaan dengan para pendeta Nasrani. Di mana Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam sebuah hadits yang shahih: ‘Sungguh-sungguh ada di antara kalian perbuatan-perbuatan generasi sebelum kalian. Seperti bulu anak panah menyerupai bulu anak panah lainnya.’ Para sahabat g bertanya: ‘Apakah mereka orang Yahudi dan Nasrani?’ Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: ‘Siapa lagi?’
Dalam riwayat yang lain mereka bertanya: ‘Apakah mereka Persia dan Romawi?’ Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: ‘Siapa lagi kalau bukan mereka?’
Intinya adalah peringatan dari tasyabbuh (menyerupai) ucapan maupun perbuatan mereka. Oleh karena itulah Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“(Mereka) benar-benar memakan harta orang dengan jalan yang batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah.” (At-Taubah: 34)
Hal itu karena mereka memakan harta orang lain dengan kedok agama. Mereka mendapat keuntungan dan kedudukan di sisi umat, sebagaimana para pendeta Yahudi dan Nasrani mendapatkan hal-hal tersebut dari umatnya di masa jahiliah. Hingga ketika Allah Subhanahu wa Ta’ala mengutus Rasul-Nya Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka pun tetap berkeras di atas kejahatan, kesesatan, kekafiran, dan permusuhannya, disebabkan ambisi mereka terhadap kedudukan tersebut. Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala memadamkan kesesatan itu dengan cahaya kenabian sekaligus menggantikan kedudukan mereka degan kehinaan serta kerendahan. Dan mereka akan kembali menghadap Allah Subhanahu wa Ta’ala membawa kemurkaan-Nya.”
Asy-Syaikh Muhammad Al-Imam hafizhahullah berkata: “Sungguh, ambisi terhadap dunia termasuk sebab yang menimbulkan berbagai macam fitnah pada generasi pertama.
Telah terdapat riwayat yang shahih dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, dalam Masa’il Al-Imam Ahmad (2/171), bahwa beliau radhiyallahu ‘anhuma berkata: Seorang dari Anshar datang kepadaku pada masa khalifah Utsman radhiyallahu ‘anhu. Dia berbicara denganku. Tiba-tiba dia menyuruhku untuk mencela Utsman radhiyallahu ‘anhu. Maka aku katakan: ‘Sungguh, demi Allah, kita tidak mengetahui bahwa Utsman membunuh suatu jiwa tanpa alasan yang benar. Dia juga tidak pernah melakukan dosa besar (zina) sedikitpun. Namun inti masalahnya adalah harta. Apabila dia memberikan harta tersebut kepadamu, niscaya engkau akan ridha. Sedangkan bila dia memberikan harta kepada saudara/kerabatnya, maka kalian marah.”
Selanjutnya, Asy-Syaikh Muhammad Al-Imam hafizhahullah berkata: “Bila kalian arahkan pandangan ke tengah-tengah kaum muslimin, baik di zaman yang telah lalu maupun sekarang, niscaya engkau akan saksikan kebanyakan orang yang tergelincir dari jalan ini (al-haq) adalah karena tamak terhadap dunia dan kedudukan. Maka barangsiapa yang membuka pintu ini untuk dirinya niscaya dia akan berbolak-balik. Berubah-ubah prinsip agamanya dan akan menganggap remeh/ringan urusan agamanya. (Bidayatul Inhiraf, hal. 141)
Al-Imam Ibnul Qayyim rahimahullahu berkata: “Setiap orang dari kalangan orang yang berilmu yang lebih memilih dunia dan berambisi untuk mendapatkannya, pasti dia akan berdusta atas nama Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam fatwanya, dalam hukum yang dia tetapkan, berita-berita yang dia sebarkan, serta konsekuensi-konsekuensi yang dia nyatakan. Karena hukum-hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala mayoritasnya menyelisihi ambisi manusia. Lebih-lebih ambisi orang yang tamak terhadap kedudukan dan orang yang diperbudak hawa nafsunya. Ambisi mereka tidak akan bisa mereka dapatkan dengan sempurna kecuali dengan menyelisihi kebenaran dan sering menolaknya. Apabila seorang yang berilmu atau hakim berambisi terhadap jabatan dan mempertuhankan hawa nafsunya, maka ambisi tersebut tidak akan didapatkan dengan sempurna kecuali dengan menolak kebenaran…
Mereka pasti akan membuat-buat perkara yang baru dalam agama, disertai kejahatan-kejahatan dalam bermuamalah. Maka terkumpullah pada diri mereka dua perkara tersebut (kedustaan dan kejahatan).
Sungguh, mengikuti hawa nafsu itu akan membutakan hati, sehingga tidak lagi bisa membedakan antara sunnah dengan bid’ah. Bahkan bisa terbalik, dia lihat yang bid’ah sebagai sunnah dan yang sunnah sebagai bid’ah. Inilah penyakit para ulama bila mereka lebih memilih dunia dan diperbudak oleh hawa nafsunya.” (Al-Fawaid, hal 243-244)
“Ya Allah, tampakkanlah kepada kami kebenaran itu sebagai kebenaran dan karuniakanlah kami untuk mengikutinya. Dan tampakkanlah kebatilan itu sebagai kebatilan dan karuniakanlah kami untuk menjauhinya.” Wallahu ‘alam
“Sesungguhnya dunia itu manis (rasanya) dan hijau (menyenangkan dilihat). Dan sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala menggantikan sebagian kalian dengan sebagian yang lain di dalamnya, maka Dia akan melihat bagaimana kalian beramal dengan dunia tersebut. Oleh karena itu, takutlah kalian terhadap godaan dunia (yang menggelincirkan kalian dari jalan-Nya) dan takutlah kalian dari godaan wanita, karena ujian yang pertama kali menimpa Bani Israil adalah godaan wanita.” (HR. Muslim dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu)
“Sesungguhnya setiap umat itu akan dihadapkan dengan ujian (yang terbesar). Dan termasuk ujian yang terbesar yang menimpa umatku adalah harta.” (HR. At-Tirmidzi dari ‘Iyadh bin Himar radhiyallahu ‘anhu)
Harta dan dunia bukanlah tolok ukur seseorang itu dimuliakan atau dihinakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sebagaimana firman-Nya:
Adapun manusia apabila Rabbnya mengujinya lalu dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia berkata: “Rabbku telah memuliakanku.” Adapun bila Rabbnya mengujinya lalu membatasi rezekinya maka dia berkata: “Rabbku menghinakanku.” (Al-Fajr: 15-16)
Al-Imam Ibnul Qayyim rahimahullahu berkata: “Maksud ayat-ayat tersebut adalah tidak setiap orang yang Aku (Allah Subhanahu wa Ta’ala) beri kedudukan dan limpahan nikmat di dunia berarti Aku limpahkan keridhaan-Ku kepadanya. Hal itu hanyalah sebuah ujian dan cobaan dari-Ku untuknya. Dan tidaklah setiap orang yang Aku sempitkan rezekinya, Aku beri sekadar kebutuhan hidupnya tanpa ada kelebihan, berarti Aku menghinakannya. Namun Aku menguji hamba-Ku dengan kenikmatan-kenikmatan sebagaimana Aku mengujinya dengan berbagai musibah.” (Ijtima’ul Juyusy, hal. 9)
Sehingga, dunia dan harta bisa menyebabkan pemiliknya selamat serta mulia di dunia dan akhirat, apabila dia mendapatkannya dengan cara yang diperbolehkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dia juga mensyukurinya serta menunaikan hak-haknya sehingga tidak diperbudak oleh dunia dan harta tersebut.
Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Tidak boleh iri kecuali kepada dua golongan: Orang yang Allah Subhanahu wa Ta’ala karuniakan harta kepadanya lalu dia infakkan di jalan yang benar, serta orang yang Allah Subhanahu wa Ta’ala karuniakan ilmu kepadanya lalu dia menunaikan konsekuensinya (mengamalkannya) dan mengajarkannya.” (Muttafaqun ‘alaih dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu)
Dan demikianlah keadaan para sahabat dahulu. Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu menceritakan: Beberapa orang sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Wahai Rasulullah, orang-orang kaya telah mendahului kami untuk mendapatkan pahala. Mereka shalat sebagaimana kami shalat. Mereka juga berpuasa sebagaimana kami berpuasa. Namun mereka bersedekah dengan kelebihan harta mereka.” (HR. Muslim)
Sebaliknya, orang yang tertipu dengan harta dan dunia sehingga dia diperbudak olehnya, dia akan celaka dan binasa di dunia maupun akhirat. Na’udzu billah min dzalik (Kita berlindung kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dari hal tersebut). Padahal Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memperingatkan tentang hakikat harta dan dunia itu dalam firman-Nya:
“Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” (Ali Imran: 185)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Bukanlah kefakiran yang aku khawatirkan atas kalian. Namun aku khawatir akan dibentangkan dunia kepada kalian sebagaimana telah dibentangkan kepada orang-orang sebelum kalian, lalu kalian berlomba-lomba mendapatkannya sebagaimana orang-orang yang sebelum kalian, maka dunia itu akan membinasakan kalian sebagaimana dia telah membinasakan orang-orang yang sebelum kalian.” (Muttafaqun ‘alaih dari ‘Amr bin ‘Auf radhiyallahu ‘anhu)
“Celaka hamba dinar, dirham, qathifah, dan khamishah (keduanya adalah jenis pakaian). Bila dia diberi maka dia ridha. Namun bila tidak diberi dia tidak ridha.” (HR. Al-Bukhari dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)
Allah Subhanahu wa Ta’ala menceritakan kejahatan orang yang berilmu dan ahli ibadah dari kalangan ahli kitab yang telah diperbudak oleh harta dan dunia dalam firman-Nya:
“Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan yang batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah.” (At-Taubah: 34)
Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullahu menerangkan dalam tafsirnya: “Yang dimaksud ayat tersebut adalah peringatan dari para ulama su’ (orang yang berilmu tapi jahat) dan ahli ibadah yang sesat.
Sebagaimana ucapan Suyfan ibnu Uyainah rahimahullahu: ‘Barangsiapa yang jahat dari kalangan orang yang berilmu di antara kita, berarti ada keserupaan dengan para pemuka Yahudi. Sedangkan barangsiapa yang sesat dari kalangan ahli ibadah kita, berarti ada keserupaan dengan para pendeta Nasrani. Di mana Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam sebuah hadits yang shahih: ‘Sungguh-sungguh ada di antara kalian perbuatan-perbuatan generasi sebelum kalian. Seperti bulu anak panah menyerupai bulu anak panah lainnya.’ Para sahabat g bertanya: ‘Apakah mereka orang Yahudi dan Nasrani?’ Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: ‘Siapa lagi?’
Dalam riwayat yang lain mereka bertanya: ‘Apakah mereka Persia dan Romawi?’ Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: ‘Siapa lagi kalau bukan mereka?’
Intinya adalah peringatan dari tasyabbuh (menyerupai) ucapan maupun perbuatan mereka. Oleh karena itulah Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“(Mereka) benar-benar memakan harta orang dengan jalan yang batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah.” (At-Taubah: 34)
Hal itu karena mereka memakan harta orang lain dengan kedok agama. Mereka mendapat keuntungan dan kedudukan di sisi umat, sebagaimana para pendeta Yahudi dan Nasrani mendapatkan hal-hal tersebut dari umatnya di masa jahiliah. Hingga ketika Allah Subhanahu wa Ta’ala mengutus Rasul-Nya Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka pun tetap berkeras di atas kejahatan, kesesatan, kekafiran, dan permusuhannya, disebabkan ambisi mereka terhadap kedudukan tersebut. Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala memadamkan kesesatan itu dengan cahaya kenabian sekaligus menggantikan kedudukan mereka degan kehinaan serta kerendahan. Dan mereka akan kembali menghadap Allah Subhanahu wa Ta’ala membawa kemurkaan-Nya.”
Asy-Syaikh Muhammad Al-Imam hafizhahullah berkata: “Sungguh, ambisi terhadap dunia termasuk sebab yang menimbulkan berbagai macam fitnah pada generasi pertama.
Telah terdapat riwayat yang shahih dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, dalam Masa’il Al-Imam Ahmad (2/171), bahwa beliau radhiyallahu ‘anhuma berkata: Seorang dari Anshar datang kepadaku pada masa khalifah Utsman radhiyallahu ‘anhu. Dia berbicara denganku. Tiba-tiba dia menyuruhku untuk mencela Utsman radhiyallahu ‘anhu. Maka aku katakan: ‘Sungguh, demi Allah, kita tidak mengetahui bahwa Utsman membunuh suatu jiwa tanpa alasan yang benar. Dia juga tidak pernah melakukan dosa besar (zina) sedikitpun. Namun inti masalahnya adalah harta. Apabila dia memberikan harta tersebut kepadamu, niscaya engkau akan ridha. Sedangkan bila dia memberikan harta kepada saudara/kerabatnya, maka kalian marah.”
Selanjutnya, Asy-Syaikh Muhammad Al-Imam hafizhahullah berkata: “Bila kalian arahkan pandangan ke tengah-tengah kaum muslimin, baik di zaman yang telah lalu maupun sekarang, niscaya engkau akan saksikan kebanyakan orang yang tergelincir dari jalan ini (al-haq) adalah karena tamak terhadap dunia dan kedudukan. Maka barangsiapa yang membuka pintu ini untuk dirinya niscaya dia akan berbolak-balik. Berubah-ubah prinsip agamanya dan akan menganggap remeh/ringan urusan agamanya. (Bidayatul Inhiraf, hal. 141)
Al-Imam Ibnul Qayyim rahimahullahu berkata: “Setiap orang dari kalangan orang yang berilmu yang lebih memilih dunia dan berambisi untuk mendapatkannya, pasti dia akan berdusta atas nama Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam fatwanya, dalam hukum yang dia tetapkan, berita-berita yang dia sebarkan, serta konsekuensi-konsekuensi yang dia nyatakan. Karena hukum-hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala mayoritasnya menyelisihi ambisi manusia. Lebih-lebih ambisi orang yang tamak terhadap kedudukan dan orang yang diperbudak hawa nafsunya. Ambisi mereka tidak akan bisa mereka dapatkan dengan sempurna kecuali dengan menyelisihi kebenaran dan sering menolaknya. Apabila seorang yang berilmu atau hakim berambisi terhadap jabatan dan mempertuhankan hawa nafsunya, maka ambisi tersebut tidak akan didapatkan dengan sempurna kecuali dengan menolak kebenaran…
Mereka pasti akan membuat-buat perkara yang baru dalam agama, disertai kejahatan-kejahatan dalam bermuamalah. Maka terkumpullah pada diri mereka dua perkara tersebut (kedustaan dan kejahatan).
Sungguh, mengikuti hawa nafsu itu akan membutakan hati, sehingga tidak lagi bisa membedakan antara sunnah dengan bid’ah. Bahkan bisa terbalik, dia lihat yang bid’ah sebagai sunnah dan yang sunnah sebagai bid’ah. Inilah penyakit para ulama bila mereka lebih memilih dunia dan diperbudak oleh hawa nafsunya.” (Al-Fawaid, hal 243-244)
“Ya Allah, tampakkanlah kepada kami kebenaran itu sebagai kebenaran dan karuniakanlah kami untuk mengikutinya. Dan tampakkanlah kebatilan itu sebagai kebatilan dan karuniakanlah kami untuk menjauhinya.” Wallahu ‘alam
Menutup Auratmu
Keharusan bagi kaum wanita untuk memakai jilbab telah diperintahkan
oleh Allah di dalam QS.An Nur ayat 31 yang cukup panjang, inilah
sebagian kutipannya;
" Katakanlah kepada wanita yang beriman , ... dan hendaklah mereka menutupkan kerudung sampai ke dadanya. "
Nah,dengan demikian telah jelaslah perintah Allah bagi kaum wanita , terlebih bagi wanita-wanita islam untuk menjulurkan jilbab sampai menutupi dadanya. jika seorang muslimah tidak memakai jilbab , maka berarti dia telah mengabaikan perintah Allah SWT.
Didalam QS.Al Ahzab ayat 59 juga telah dijelaskan mengenai perintah memakai jilbab ini:
" Wahai nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, & istri-istri orang mukmin hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka, yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali, sehinnga mereka tidak di ganggu. "
Hakikatnya jilbab adalah menutup aurat, memakai jilbab adalah menutupknnya ke seluruh tubuhnya. Jadi tidaklah pas jika seorang wanita memakai jilbab namun masih terlihat lekuk- lekuk indah tubuhnya. Aurat seorang wanita adalah seluruh tubuh kecuali muka & telapak tangan, sebagaimana yang telah dijelaskan Rasulullah SAW dalam hadistnya:
" Wahai asma! Sesungguhnya seorang wanita apabila telah cukup umur tidak boleh dilihat seluruh tubuhnya kecuali ini & ini ( sambil Rasulullah SAW menunjuk wajah dan ke dua telapak tangannya. "
Apabila memakai jilbab & menutup aurat dengan pakaian yang lonnggar ditinggalkan oleh kaum wanita dengan berbagai alasan seperti gerah atau kepanasan, maka apakah mereka tidak membayangkan panasnya neraka di akherat nanti yang akan ditimpakan bagi kaum wanita yang tidak mau memakai jilbab, padahal panas api neraka lebih berlipat ganda daripada hanya sekedar panasnya memakai jilbab di dunia.
"Sesungguhnya meraka yang kafir dengan ayat-ayat Kami, kelak akan Kami masukkan ke dalam neraka. setiap kulit mereka akan hangus Kami ganti kulit mereka dengan yang kulit yang lain , agar mereka merasakan siksaan. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha bijaksana. " ( QS. An Nisa' ayat 56)
Naudzubillah.....
Di dalam hadist Rasulullah pernah menceritakan mengenai siksaan-siksaan bagi kaum wanita, beliau telah di beritahukan oleh Allah pada saat Nabi Saw mi'raj:
" Wanita yang akan digantung dengan rambutnya sampai mendidih otak kepalanya didalam neraka adalah wanita yang memperlihatkan rambutnya kepada laki-laki yang bukan muhrimnya. "
Wahai kaum wanita..
Memakai jilbab dan menutup aurat bukanlah hanya ditempat-tempat tertentu saja, melainkan dimanapun tempat yang disitu ada laki-laki bukan muhrim kita. Karena hal tersebut lebih menjaga kehormatan kaum wanita, menjaga ketenangan hati dan menjaga diri dari perbuatan perbuatan asusila yang disebabkan godaan syahwat.
Di dalam menjalankan agama Allah, maka kita tidak boleh mengingkari satu perintah Allah pun, seluruh perintah Allah harus dilaksanakan, adapun kaum wanita yang menyangka bahwa tidak memakai jilbab adalah dosa kecil yang tertutup dengan pahala- pahala sholat, puasa, zakat, dan haji, maka hal ini adalah pemikiran yang salah. Kaum wanita yang tidak mau memakai jilbab dan menutup aurat bukan hanya berdosa kepada Allah, tetapi telah sia-sia amalan- amalannya yang lain & dia termasuk orang- orang yang akan rugi di akherat nanti, sebagaimana yang telah dijelaskan dalam QS. Al Maidah ayat 5 baris terakhir yang berbunyi:
" ... Barangsiapa kafir setelah beriman maka sungguh , sia- sia amal mereka dan di akherat dia termasuk orang- orang yang rugi."
Lalu.. apa lagi yang mau kita dustakan? perintah Allah sangatlah jelas dan tegas, oleh karena itu wahai kaum wanita marilah kita kembali pada tuntunanNYa, pakailah jilbabmu, ulurkan jilbabmu hingga menutupi seluruh tubuhmu kecuali muka dan telapak tanganmu!! , Janganlah kita sengaja dan merasa bangga memamerkan keindahan- keindahan tubuh kita kaum wanita, karena yang demikian akan mengundang syahwat dan menimbulkan pelecehan seksual bagi kaum wanita serta merendahkan harga diri kaum wanita itu sendiri. Apalagi sebagai wanita islam, tidaklah boleh kita ikut-ikutan memakai pakaian ketat & meninggalkan jilbab layaknya wanita- wanita kafir yahudi & nasrani,janganlah kita menyerupai mereka, buktikan dan amalkanlah syari'at islam dengan sebenar- benarnya, apakah kalian kaum wanita masih mau disamakan dengan wanita- wanita kafir????
Jika tidak, maka kembalikanlah citra muslimahmu dan pakailah jilbabmu serta tutuplah auratmu dari laki- laki yang bukan muhrimmu...!!!!
" Katakanlah kepada wanita yang beriman , ... dan hendaklah mereka menutupkan kerudung sampai ke dadanya. "
Nah,dengan demikian telah jelaslah perintah Allah bagi kaum wanita , terlebih bagi wanita-wanita islam untuk menjulurkan jilbab sampai menutupi dadanya. jika seorang muslimah tidak memakai jilbab , maka berarti dia telah mengabaikan perintah Allah SWT.
Didalam QS.Al Ahzab ayat 59 juga telah dijelaskan mengenai perintah memakai jilbab ini:
" Wahai nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, & istri-istri orang mukmin hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka, yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali, sehinnga mereka tidak di ganggu. "
Hakikatnya jilbab adalah menutup aurat, memakai jilbab adalah menutupknnya ke seluruh tubuhnya. Jadi tidaklah pas jika seorang wanita memakai jilbab namun masih terlihat lekuk- lekuk indah tubuhnya. Aurat seorang wanita adalah seluruh tubuh kecuali muka & telapak tangan, sebagaimana yang telah dijelaskan Rasulullah SAW dalam hadistnya:
" Wahai asma! Sesungguhnya seorang wanita apabila telah cukup umur tidak boleh dilihat seluruh tubuhnya kecuali ini & ini ( sambil Rasulullah SAW menunjuk wajah dan ke dua telapak tangannya. "
Apabila memakai jilbab & menutup aurat dengan pakaian yang lonnggar ditinggalkan oleh kaum wanita dengan berbagai alasan seperti gerah atau kepanasan, maka apakah mereka tidak membayangkan panasnya neraka di akherat nanti yang akan ditimpakan bagi kaum wanita yang tidak mau memakai jilbab, padahal panas api neraka lebih berlipat ganda daripada hanya sekedar panasnya memakai jilbab di dunia.
"Sesungguhnya meraka yang kafir dengan ayat-ayat Kami, kelak akan Kami masukkan ke dalam neraka. setiap kulit mereka akan hangus Kami ganti kulit mereka dengan yang kulit yang lain , agar mereka merasakan siksaan. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha bijaksana. " ( QS. An Nisa' ayat 56)
Naudzubillah.....
Di dalam hadist Rasulullah pernah menceritakan mengenai siksaan-siksaan bagi kaum wanita, beliau telah di beritahukan oleh Allah pada saat Nabi Saw mi'raj:
" Wanita yang akan digantung dengan rambutnya sampai mendidih otak kepalanya didalam neraka adalah wanita yang memperlihatkan rambutnya kepada laki-laki yang bukan muhrimnya. "
Wahai kaum wanita..
Memakai jilbab dan menutup aurat bukanlah hanya ditempat-tempat tertentu saja, melainkan dimanapun tempat yang disitu ada laki-laki bukan muhrim kita. Karena hal tersebut lebih menjaga kehormatan kaum wanita, menjaga ketenangan hati dan menjaga diri dari perbuatan perbuatan asusila yang disebabkan godaan syahwat.
Di dalam menjalankan agama Allah, maka kita tidak boleh mengingkari satu perintah Allah pun, seluruh perintah Allah harus dilaksanakan, adapun kaum wanita yang menyangka bahwa tidak memakai jilbab adalah dosa kecil yang tertutup dengan pahala- pahala sholat, puasa, zakat, dan haji, maka hal ini adalah pemikiran yang salah. Kaum wanita yang tidak mau memakai jilbab dan menutup aurat bukan hanya berdosa kepada Allah, tetapi telah sia-sia amalan- amalannya yang lain & dia termasuk orang- orang yang akan rugi di akherat nanti, sebagaimana yang telah dijelaskan dalam QS. Al Maidah ayat 5 baris terakhir yang berbunyi:
" ... Barangsiapa kafir setelah beriman maka sungguh , sia- sia amal mereka dan di akherat dia termasuk orang- orang yang rugi."
Lalu.. apa lagi yang mau kita dustakan? perintah Allah sangatlah jelas dan tegas, oleh karena itu wahai kaum wanita marilah kita kembali pada tuntunanNYa, pakailah jilbabmu, ulurkan jilbabmu hingga menutupi seluruh tubuhmu kecuali muka dan telapak tanganmu!! , Janganlah kita sengaja dan merasa bangga memamerkan keindahan- keindahan tubuh kita kaum wanita, karena yang demikian akan mengundang syahwat dan menimbulkan pelecehan seksual bagi kaum wanita serta merendahkan harga diri kaum wanita itu sendiri. Apalagi sebagai wanita islam, tidaklah boleh kita ikut-ikutan memakai pakaian ketat & meninggalkan jilbab layaknya wanita- wanita kafir yahudi & nasrani,janganlah kita menyerupai mereka, buktikan dan amalkanlah syari'at islam dengan sebenar- benarnya, apakah kalian kaum wanita masih mau disamakan dengan wanita- wanita kafir????
Jika tidak, maka kembalikanlah citra muslimahmu dan pakailah jilbabmu serta tutuplah auratmu dari laki- laki yang bukan muhrimmu...!!!!
Dalil Nikah
DALIL NIKAH dari AL-QURAN :
–وَمِنْ ءَايَٰتِهِۦٓ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَٰجًۭا لِّتَسْكُنُوٓا۟ إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةًۭ وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ فِى ذَٰلِكَ لَءَايَٰتٍۢ لِّقَوْمٍۢ يَتَفَكَّرُونَ“Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikanNya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” [QS. Ar. Ruum (30):21].
وَمِن كُلِّ شَىْءٍ خَلَقْنَا زَوْجَيْنِ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ“Dan segala sesuatu kami jadikan berpasang-pasangan, supaya kamu mengingat kebesaran Allah.” [QS. Adz Dzariyaat (51):49].
سُبْحَٰنَ ٱلَّذِى خَلَقَ ٱلْأَزْوَٰجَ كُلَّهَا مِمَّا تُنۢبِتُ ٱلْأَرْضُ وَمِنْ أَنفُسِهِمْ وَمِمَّا لَا يَعْلَمُونَ¨Maha Suci Allah yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui.¨[QS. Yaa Siin (36):36].
وَٱللَّهُ جَعَلَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَٰجًۭا وَجَعَلَ لَكُم مِّنْ أَزْوَٰجِكُم بَنِينَ وَحَفَدَةًۭ وَرَزَقَكُم مِّنَ ٱلطَّيِّبَٰتِ ۚ أَفَبِٱلْبَٰطِلِ يُؤْمِنُونَ وَبِنِعْمَتِ ٱللَّهِ هُمْ يَكْفُرُونَ‘Bagi kalian Allah menciptakan pasangan-pasangan (istri-istri) dari jenis kalian sendiri, kemudian dari istri-istri kalian itu Dia ciptakan bagi kalian anak cucu keturunan, dan kepada kalian Dia berikan rezeki yang baik-baik.” [QS. An Nahl (16):72].
وَٱلْمُؤْمِنُونَ وَٱلْمُؤْمِنَٰتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَآءُ بَعْضٍۢ ۚ يَأْمُرُونَ بِٱلْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ ٱلْمُنكَرِ وَيُقِيمُونَ ٱلصَّلَوٰةَ وَيُؤْتُونَ ٱلزَّكَوٰةَ وَيُطِيعُونَ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥٓ ۚ أُو۟لَٰٓئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ ٱللَّهُ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌۭ“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi pelindung (penolong) bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan Rasulnya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah ; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” [QS. At Taubah (9):71].
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ ٱتَّقُوا۟ رَبَّكُمُ ٱلَّذِى خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍۢ وَٰحِدَةٍۢ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًۭا كَثِيرًۭا وَنِسَآءًۭ ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ٱلَّذِى تَسَآءَلُونَ بِهِۦ وَٱلْأَرْحَامَ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًۭا“Wahai manusia, bertaqwalah kamu sekalian kepada Tuhanmu yang telah menjadikan kamu satu diri, lalu Ia jadikan daripadanya jodohnya, kemudian Dia kembangbiakkan menjadi laki-laki dan perempuan yang banyak sekali.” [QS. An Nisaa (4):1].
ٱلْخَبِيثَٰتُ لِلْخَبِيثِينَ وَٱلْخَبِيثُونَ لِلْخَبِيثَٰتِ ۖ وَٱلطَّيِّبَٰتُ لِلطَّيِّبِينَ وَٱلطَّيِّبُونَ لِلطَّيِّبَٰتِ ۚ أُو۟لَٰٓئِكَ مُبَرَّءُونَ مِمَّا يَقُولُونَ ۖ لَهُم مَّغْفِرَةٌۭ وَرِزْقٌۭ كَرِيمٌۭ“Wanita yang baik adalah untuk lelaki yang baik. Lelaki yang baik untuk wanita yang baik pula (begitu pula sebaliknya). Bagi mereka ampunan dan reski yang melimpah (yaitu:Surga)” [QS. An Nuur (24):26].
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍۢ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى ٱللَّهُ وَرَسُولُهُۥٓ أَمْرًا أَن يَكُونَ لَهُمُ ٱلْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ ۗ وَمَن يَعْصِ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَٰلًۭا مُّبِينًۭا“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak pula bagi perempuan yang mukminah apabila Allah dan RasulNya telah menetapkan suatu ketetapan akan ada bagi mereka pilihan yang lain tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan RasulNya maka sesungguhnya dia telah berbuat kesesatan yang nyata.” [QS. Al Ahzaab (33):36]
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَٰكُم مِّن ذَكَرٍۢ وَأُنثَىٰ وَجَعَلْنَٰكُمْ شُعُوبًۭا وَقَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوٓا۟ ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ ٱللَّهِ أَتْقَىٰكُمْ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌۭ“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa – bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” [QS. Al Hujuraat (49):13]
وَٱللَّهُ خَلَقَكُم مِّن تُرَابٍۢ ثُمَّ مِن نُّطْفَةٍۢ ثُمَّ جَعَلَكُمْ أَزْوَٰجًۭا ۚ وَمَا تَحْمِلُ مِنْ أُنثَىٰ وَلَا تَضَعُ إِلَّا بِعِلْمِهِۦ ۚ وَمَا يُعَمَّرُ مِن مُّعَمَّرٍۢ وَلَا يُنقَصُ مِنْ عُمُرِهِۦٓ إِلَّا فِى كِتَٰبٍ ۚ إِنَّ ذَٰلِكَ عَلَى ٱللَّهِ يَسِيرٌۭ“Dan Allah menciptakan kamu dari tanah kemudian dari air mani, kemudian Dia menjadikan kamu berpasangan (laki-laki dan perempuan). Dan tidak ada seorang perempuanpun mengandung dan tidak (pula) melahirkan melainkan dengan sepengetahuan-Nya. Dan sekali-kali tidak dipanjangkan umur seorang yang berumur panjang dan tidak pula dikurangi umurnya, melainkan (sudah ditetapkan) dalam Kitab (Lauh Mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu bagi Allah adalah mudah.” [QS. Fathir (35):11]
فَاطِرُ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ ۚ جَعَلَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَٰجًۭا وَمِنَ ٱلْأَنْعَٰمِ أَزْوَٰجًۭا ۖ يَذْرَؤُكُمْ فِيهِ ۚ لَيْسَ كَمِثْلِهِۦ شَىْءٌۭ ۖ وَهُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلْبَصِيرُ“(Dia) Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak pasangan- pasangan (pula), dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan jalan itu. Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha Mendengar dan Melihat.” [QS. Asy Syuro (42):11]
وَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تُقْسِطُوا۟ فِى ٱلْيَتَٰمَىٰ فَٱنكِحُوا۟ مَا طَابَ لَكُم مِّنَ ٱلنِّسَآءِ مَثْنَىٰ وَثُلَٰثَ وَرُبَٰعَ ۖ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا۟ فَوَٰحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَٰنُكُمْ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰٓ أَلَّا تَعُولُوا۟“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya,” [QS. An-Nisa (4):3].
HADIST NIKAH
Wahai generasi muda, barangsiapa diantara kamu telah mampu berkeluarga hendaknya ia kawin karena ia dapat menundukkan pandangan dan memelihara kemaluan. Barang siapa belum mampu hendaknya berpuasa sebab ia dapat mengendalikanmu.(HR. Bukhari dan Muslim dari Ibnu Mas’ud).
Anas Ibnu Malik Radiliyallaahu ‘anhu berkata,”Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam memerintahkan kami berkeluarga dan sangat melarang kami membujang”. Beliau bersabda, “Nikahilah perempuan yang subur dan penyayang sebab dengan jumlahmu yang banyak aku akan berbangga dihadapan para Nabi pada hari kiamat. (HR. Ahmad)
Anjuran-anjuran Rasulullah untuk Menikah:Rasulullah SAW bersabda: “Nikah itu sunnahku, barangsiapa yang tidak suka, bukan golonganku !” . (HR. Ibnu Majah, dari Aisyah r.a.)
Empat macam diantara sunnah-sunnah para Rasul yaitu:berkasih sayang, memakai wewangian, bersiwak dan menikah. (HR. Tirmidzi)
Dari Aisyah, “Nikahilah olehmu kaum wanita itu, maka sesungguhnya mereka akan mendatangkan harta (rezeki) bagi kamu¡¨ . (HR. Hakim dan Abu Dawud)
Jika ada manusia belum hidup bersama pasangannya, berarti hidupnya akan timpang dan tidak berjalan sesuai dengan ketetapan Allah SWT dan orang yang menikah berarti melengkapi agamanya, sabda Rasulullah SAW: “Barangsiapa diberi Allah seorang istri yang sholihah, sesungguhnya telah ditolong separoh agamanya. Dan hendaklah bertaqwa kepada Allah separoh lainnya.”(HR. Baihaqi).
Dari Amr Ibnu As, Dunia adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasannya ialah wanita shalihah. (HR. Muslim, Ibnu Majah dan An Nasai).
“Tiga golongan yang berhak ditolong oleh Allah (HR. Tirmidzi, Ibnu Hibban dan Hakim):a. Orang yang berjihad / berperang di jalan Allah. b. Budak yang menebus dirinya dari tuannya. c. Pemuda / i yang menikah karena mau menjauhkan dirinya dari yang haram.” (HR. Tirmidzi, Ibnu Hibban dan Hakim)
Kawinlah dengan wanita yang mencintaimu dan yang mampu beranak. Sesungguhnya aku akan membanggakan kamu sebagai umat yang terbanyak. (HR. Abu Dawud)
Saling menikahlah kamu, saling membuat keturunanlah kamu, dan perbanyaklah (keturunan). Sesungguhnya aku bangga dengan banyaknya jumlahmu di tengah umat yang lain. (HR. Abdurrazak dan Baihaqi)
Shalat 2 rakaat yang diamalkan orang yang sudah berkeluarga lebih baik, daripada 70 rakaat yang diamalkan oleh jejaka (atau perawan). (HR. Ibnu Ady dalam kitab Al Kamil dari Abu Hurairah).
Rasulullah SAW. bersabda:”Seburuk-buruk kalian, adalah yang tidak menikah, dan sehina-hina mayat kalian, adalah yang tidak menikah“. (HR. Bukhari)
Diantara kamu semua yang paling buruk adalah yang hidup membujang, dan kematian kamu semua yang paling hina adalah kematian orang yang memilih hidup membujang. (HR. Abu Ya’la dan Thabrani)
Rasulullah SAW bersabda: “Kawinkanlah orang-orang yang masih sendirian diantaramu. Sesungguhnya, Allah akan memperbaiki akhlak, meluaskan rezeki, dan menambah keluhuran mereka” (Al Hadits).
Dari Abu Hurirah Radliyallaahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallaahu ‘alahi wa Salllam bersabda,’Perempuan itu dinikahi karena 4 (empat hal), yaitu: harta, keturunan, kecantikan, dan agamanya, Dapatkanlah wanita yang taat beragama, engkau akan berbahagia.” (Muttafaq Alaihi dan Imam Lima)
Subscribe to:
Posts (Atom)